Ads (728x90)

Technology

Lifestyle

Sports

Gallery

Random Posts

Business

Popular Posts

About US

Advertisements

“Getaran ayat-ayat al-Qur’an akan mengalir bersama aliran darah ke sekujur tubuhnya orang yang gemar membaca al-Qur’an. Kesenangan membaca al-Qur’an akan menciptakan gen-gen positif yang kelak jika mempunyai anak akan diturunkan kepada anak-anaknya, sehingga akan menjadi anak yang berkepribadian baik” (hal. 18).
Demikianlah salah satu untaian hikmah yang ditulis oleh KH. Muslim Nawawi dalam buku Ngopi, Ngaji, Hepi. Tulisan-tulisan yang terdapat di buku tersebut merupakan kumpulan dari status beliau di facebook. Sudah pasti ratusan like dan komentar memenuhi “dinding” facebook beliau. Banyak juga yang nyuwun izin untuk ikut share status beliau.
Sebagai guru bagi ribuan santri, nampaknya beliau terus konsisten menebar kebaikan. Beliau berusaha teguh mendampingi para santri dalam berbagai lini, termasuk yang gemar update status di facebook. Apa yang beliau teladankan adalah langkah strategis agar santri-santri tidak asal nyetatus.
Beliau pernah berpesan bahwa “nyetatus yang penting-penting, bukan yang penting nyetatus” (Nah, masih tetap mau nyetatus yang lebay-lebay? Hehee). Menarik rasanya kalau bisa mengikuti status-status beliau, apalagi status yang sudah dibukukan ini. Kita akan banyak menemukan, lalu memetik hikmah dari beragam tulisan yang tersaji.
Mari kita cermati tulisan berikut:
“Orang yang mendengarkan al-Qur’an dan menghayatinya tentu dalam hatinya akan merasa dan mengetahui secara aksiomatik (kebenaran yang tak terbantahkan kesahihannya), bahwa yang sedang ia dengar adalah kalamullah. Sebab rasa kagum dan aura wibawa yang tercermin darinya tidak mungkin datang dari selain keagungan dan kewibawaan ke Ilahiyyahan-Nya” (hal. 16).
Adakalanya beliau juga merenungkan pengalaman harian yang menyentuh hati seperti tulisan di hal. 58.
“Belum genap sebulan, aku telah mendapat tiga undangan wisuda santri Taman Pendidikan al-Qur’an (TPQ), dan Alhamdulillah ketiga undangan tersebut dapat kuhadiri semua sebagai bentuk apresiasiku terhadap para asatidz dan asatidzah yang telah mengabdikan dirinya sebagai khadimul Qur’an.
Menurutku acara wisuda santri TPQ itu hal yang dilematis, yakni jika mereka yang khatam tidak kita wisuda, dibilang kita tidak mengapresiasi keberhasilan anak, tapi jika kita mewisudanya, biasanya akan terjadi penurunan kebiasaan baik.
Contoh, dulu sebelum kita mewisudanya, mereka rajin berangkat mengaji dan berjama’ah serta mudarosah bakda Maghrib dan Subuh di rumah. Tetapi setelah mereka diwisuda, kebiasaan baik tersebut sedikit demi sedikit ditinggalkannya dengan alasan sudah diwisuda. Seolah-olah dengan diwisuda maka tugas mempelajari al-Qur’an juga sudah tamat.
Hal ini persis seperti mahasiswa yang sebelum diwisuda ia rajin membaca, menulis dan berdiskusi, tapi setelah diwisuda kebiasaan baik yang telah diwiridkan lambat laut ditinggalkan. Inilah PR besar buat kita semua, khususnya buat para pengelola TPQ untuk memikirkan dan merumuskan Pendidikan Pasca (Sarjana) TPQ.”
Buku ini kecil namun penuh pesona. Ada 50 mutiara hikmah didalamnya, terutama tentang betapa mulianya menjalani hidup “bersama” al-Qur’an. Akhir kata, mari ngopi dan mengaji dengan hepi. Salam (Top’99).



 


Post a Comment