Ads (728x90)

Technology

Lifestyle

Sports

Gallery

Random Posts

Business

Popular Posts

About US

Advertisements

Jika kita pahami tentang konteks historisitas (asbabun nuzul) ayat tentang peperangan, umat Islam dimasa itu bersifat defensive, yakni berperang dalam rangka mempertahankan eksistensinya dari rongrongan kaum musyrik. Berperang dalam rangka mempertahankan hidup adalah bersifat darurat dan diperbolehkan dalam sudut pandang apapun.
Tidak benar jika umat Islam bersifat ofensif; yakni mengobarkan api peperangan. Islamisasi secara damai yang dilakukan oleh nabi dan para sahabatnya menggunakan strategi yang sangat efektif. Nabi mengirim surat perdamaian dan delegasi mengajak tokoh dan penguasa untuk tunduk dibawah naungan Islam. Umat Islam melakukan perlawanan jika penguasa tersebut melancarkan serangan dan mengancam kelangsungan hidup umat Islam.
Praktik perdamaian yang dicontohkan oleh nabi dan para sahabat sangat nyata, terutama pada periode dakwah di Madinah. Rasulullah sebagai nabi dan sekaligus pemegang kekuasaan senantiasa bersikap adil terhadap masyarakat Madinah dan semua rakyatnya tanpa diskriminasi agama dan suku. Islam dan pemeluk agama lain seperti ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) mendapatkan perlakuan yang sama dan setara didepan hukum.
Konsep keadilan sosial yang digagas al-Qur'an mampu menyatukan seluruh umat Islam dan umat yang lain dengan semangat perdamaian. Sikap anti diskriminatif yang dicontohkan oleh nabi diantaranya seperti saat menghukum seorang muslim karena melakukan pencurian kepada orang Yahudi.
Sikap belas kasih terhadap seluruh manusia juga pernah dicontohkan oleh nabi saat memberikan makanan kepada pengemis buta Yahudi. Nabi pun pernah menjenguk orang Yahudi yang sakit keras, meski orang tersebut pernah menyakiti nabi (melempar kotoran unta). Sikap-sikap kesantunan dan perdamaian ini kemudian dicontoh oleh masyarakat muslim Madinah, sehingga umat Islam madinah dapat hidup secara damai meskipun bersama dengan komunitas pemeluk agama yang berbeda.
Lahirnya konstitusi Madinah atau Piagam Madinah merupakan aktualisasi secara langsung mengenai prinsip perdamaian. Rasulullah bersama dengan sahabat dan pemeluk agama non-muslim melakukan perjanjian kerjasama untuk hidup rukun dan damai sebagai rakyat Madinah yang memiliki hak kesetaraan didepan hukum. Seluruh rakyat Madinah apapun latar belakang sukunya wajib untuk mempertahankan negeri Madinah dari penjajahan kaum asing.
Belajar tentang perdamaian, kita bisa mengingat kembali bagaimana ulama pendahulu kita di Nusantara dalam peran Islamisasi Nusantara. Ulama Sunni (ahlussunnah wal jamaah) yang tergabung dalam sembilan wali (walisongo) sukses mengislamkan Nusantara tanpa (minim) konflik dan peperangan. Strategi yang sangat efektif sehingga dalam waktu yang relatif singkat mampu mengubah tatanan masyarakat Nusantara dari yang semula menyembah berhala menjadi masyarakat muslim yang bertuhankan Allah swt.
Diantara strategi sukses dakwah yang diterapkan walisongo adalah dakwah persuasi dan akulturasi budaya. Dakwah persuasi lebih mengutamakan kesantunan akhlak dan keramahan. Sedangkan akulturasi budaya, yakni mampu memadukan budaya lokal yang baik dengan budaya Islam. Ajaran pokok Islam yakni al-Qur'an dan Hadits mereka kontekstualisasikan dengan kondisi masyarakat Nusantara.
Budaya lokal yang tidak sesuai dengan al-Qur'an tidak serta merta mereka tumpas dan mereka serang, namun diselaraskan dan diislamisasi dengan tetap memeliharanya. Wayang, suluk dan gamelan adalah diantara budaya lokal yang kemudian diislamisasi nilai-nilai dan pesan moralnya. Al-Qur'an yang membumi dengan cita rasa masyarakat nusantara inilah yang kemudian menjadikan masyarakat muslim Nusantara sangat menghormati kearifan lokal seperti cinta tanah air, cinta budaya, ramah, toleransi, gotong-royong dan tepa selira.
Sudah saatnya kita sebagai generasi muda Islam, untuk bersama-sama membumikan al-Qur'an dengan semangat perdamaian. Perdamaian yang didasari sikap saling menghormati, baik sesama muslim -walaupun mungkin berbeda aliran- maupun menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Disaat ada sebagian kelompok yang mengaku muslim mengobarkan ayat-ayat perang dengan berlaku anarkis, radikal dan terror, maka ayat-ayat perdamaian akan mampu meredamkannya.
Sudah saatnya terorisme kita lawan dengan memahami ayat al-Qur'an secara benar sesuai jalur sanad dan keilmuan dari guru yang berilmu dan menebarkan ayat al-Qur'an sebagai pesan damai. Tugas kita bersama dalam menguatkan Islam Nusantara yakni berislam dengan tetap menjadi masyarakat Nusantara yang santun dan penuh cinta kasih. (Suryono Adi Nugroho, Palembang)  

Post a Comment