Jika kita pahami tentang konteks historisitas (asbabun
nuzul) ayat tentang peperangan, umat Islam dimasa itu bersifat defensive,
yakni berperang dalam rangka mempertahankan eksistensinya dari rongrongan kaum
musyrik. Berperang dalam rangka mempertahankan hidup adalah bersifat darurat
dan diperbolehkan dalam sudut pandang apapun.
Tidak benar jika umat Islam bersifat ofensif; yakni mengobarkan
api peperangan. Islamisasi secara damai yang dilakukan oleh nabi dan para
sahabatnya menggunakan strategi yang sangat efektif. Nabi mengirim surat
perdamaian dan delegasi mengajak tokoh dan penguasa untuk tunduk dibawah
naungan Islam. Umat Islam melakukan perlawanan jika penguasa tersebut
melancarkan serangan dan mengancam kelangsungan hidup umat Islam.
Praktik perdamaian yang dicontohkan oleh nabi dan para
sahabat sangat nyata, terutama pada periode dakwah di Madinah. Rasulullah
sebagai nabi dan sekaligus pemegang kekuasaan senantiasa bersikap adil terhadap
masyarakat Madinah dan semua rakyatnya tanpa diskriminasi agama dan suku. Islam
dan pemeluk agama lain seperti ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) mendapatkan
perlakuan yang sama dan setara didepan hukum.
Konsep keadilan sosial yang digagas al-Qur'an mampu
menyatukan seluruh umat Islam dan umat yang lain dengan semangat perdamaian.
Sikap anti diskriminatif yang dicontohkan oleh nabi diantaranya seperti saat menghukum
seorang muslim karena melakukan pencurian kepada orang Yahudi.
Sikap belas kasih terhadap seluruh manusia juga pernah
dicontohkan oleh nabi saat memberikan makanan kepada pengemis buta Yahudi. Nabi
pun pernah menjenguk orang Yahudi yang sakit keras, meski orang tersebut pernah
menyakiti nabi (melempar kotoran unta). Sikap-sikap kesantunan dan perdamaian
ini kemudian dicontoh oleh masyarakat muslim Madinah, sehingga umat Islam
madinah dapat hidup secara damai meskipun bersama dengan komunitas pemeluk
agama yang berbeda.
Lahirnya konstitusi Madinah atau Piagam Madinah merupakan
aktualisasi secara langsung mengenai prinsip perdamaian. Rasulullah bersama
dengan sahabat dan pemeluk agama non-muslim melakukan perjanjian kerjasama
untuk hidup rukun dan damai sebagai rakyat Madinah yang memiliki hak kesetaraan
didepan hukum. Seluruh rakyat Madinah apapun latar belakang sukunya wajib untuk
mempertahankan negeri Madinah dari penjajahan kaum asing.
Belajar tentang perdamaian, kita bisa mengingat kembali
bagaimana ulama pendahulu kita di Nusantara dalam peran Islamisasi Nusantara.
Ulama Sunni (ahlussunnah wal jamaah) yang tergabung dalam
sembilan wali (walisongo) sukses mengislamkan Nusantara tanpa (minim) konflik
dan peperangan. Strategi yang sangat efektif sehingga dalam waktu yang relatif
singkat mampu mengubah tatanan masyarakat Nusantara dari yang semula menyembah
berhala menjadi masyarakat muslim yang bertuhankan Allah swt.
Diantara strategi sukses dakwah yang diterapkan walisongo
adalah dakwah persuasi dan akulturasi budaya. Dakwah persuasi lebih
mengutamakan kesantunan akhlak dan keramahan. Sedangkan akulturasi budaya,
yakni mampu memadukan budaya lokal yang baik dengan budaya Islam. Ajaran pokok
Islam yakni al-Qur'an dan Hadits mereka kontekstualisasikan dengan kondisi
masyarakat Nusantara.
Budaya lokal yang tidak sesuai dengan al-Qur'an tidak
serta merta mereka tumpas dan mereka serang, namun diselaraskan dan
diislamisasi dengan tetap memeliharanya. Wayang, suluk dan gamelan adalah
diantara budaya lokal yang kemudian diislamisasi nilai-nilai dan pesan
moralnya. Al-Qur'an yang membumi dengan cita rasa masyarakat nusantara inilah
yang kemudian menjadikan masyarakat muslim Nusantara sangat menghormati kearifan
lokal seperti cinta tanah air, cinta budaya, ramah, toleransi, gotong-royong
dan tepa selira.
Sudah saatnya kita sebagai generasi muda Islam, untuk
bersama-sama membumikan al-Qur'an dengan semangat perdamaian. Perdamaian yang
didasari sikap saling menghormati, baik sesama muslim -walaupun mungkin berbeda
aliran- maupun menghormati antar pemeluk agama yang berbeda. Disaat ada
sebagian kelompok yang mengaku muslim mengobarkan ayat-ayat perang dengan
berlaku anarkis, radikal dan terror, maka ayat-ayat perdamaian akan mampu
meredamkannya.
Sudah saatnya terorisme kita lawan dengan memahami ayat al-Qur'an
secara benar sesuai jalur sanad dan keilmuan dari guru yang berilmu dan
menebarkan ayat al-Qur'an sebagai pesan damai. Tugas kita bersama dalam
menguatkan Islam Nusantara yakni berislam dengan tetap menjadi masyarakat Nusantara
yang santun dan penuh cinta kasih. (Suryono Adi Nugroho, Palembang)
Post a Comment