Arwani (Alumni PP. An Nur) |
Perlu kita ingat dan mengerti
bahwa hadirnya Islam bukan hanya berorentasi pada tataran syari’at melainkan
juga mengatur sosial, budaya, politik, demokrasi, pendidikan, dan lain
sebagainya. Sebagaimana dengan meminjam istilah al-Qur’an “bahwa di dalamnya
terdapat segala sesuatu/dijelaskan semua hal” (tibyanan li kulli syain).
Tetapi perlu dimengerti juga bahwa karakter al-Qur’an adakalanya yang tsawabit
(tetap) biasanya menjelaskan tentang masalah teologi dan hukum syariat. Dan ada
juga yang mutaghayyirat (berubah) biasanya menjelaskan tentang
prinsip-prinsip dalam bernegara, politik, demokrasi, budaya dan lain sebagainya
selain ayat-ayat yang tsawabit.
Sehingga
dalam proses aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya selalu relevan
kapanpun dan di manapun. Karena di atas sudah disinggung, bahwa al-Qur’an
memuat segala sesuatu, tentunya dalam masalah politik tidak luput dari
penyebutan meskipun hanya berupa prinsip dasar. Perlu disadari bahwa peran
politik sangatlah penting dalam mengatur tatanan Negara. Karena politik
bagaikan konstruksi atau instrumen yang akan menentukan arah Negara. Dan ini –dalam
doktrin kita- juga sejalan dengan dinobatkannya manusia sebagai khalifah di
bumi. Dalam hal ini, diberbagai tempat, al-Qur’an menawarkan beberapa formulasi
guna menciptakan tatanan Negara yang ideal melalui politik yang bermartabat.
Pertama, yang harus dimiliki oleh siapa saja nantinya yang
akan memerankan politik harus mempunyai integritas dan kredibilitas yang
tinggi. Sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an tentang kisah negeri Saba yang
dipimpin oleh sorang ratu dengan kemampuan berpolitik handal yaitu ratu Balqis.
Dijelaskan bahwa dibawah kepimimpinannya menjadikan negeri tersebut aman,
tentram bahkan al-Qur’an menyebutkannya dengan negeri dua surga. Harus dipahami
bahwa keberhasilan tersebut tidak lepas dari peran ratu Balqis dalam mengatur
negaranya. Antara lain upaya yang dilakukannya adalah Forum musyawarah. Menjadi
sangat penting ketika musyawarah digunakan untuk menampung aspirasi masyarakat
guna menggali solusi-solusi menuju negeri yang terbaik. Dengan adanya dialog/musyawarah
juga akan menjadi faktor pemicu berkurangnya tindak anarkisme. Hal ini bisa
dianalisa dengan melihat bahwa adanya pengakuan terhadap masyarakat sebagai
bagian dari kesatuan sebuah Negara dalam menjalankan politik. Karena harus
dipahami bahwa tidak ada sebuah Negara yang mendambakan akan adanya tindak
kekerasan, diskriminasi, dan lain sebagainya. Tentunya yang didambakan adalah
sebuah Negara yang penuh dengan kedamaian (baca selengkapnya surat Saba ayat 15
dan surat an-Naml ayat 23-35).
Kisah
negeri Saba ini mengingatkan kita bahwa dalam berpolitik tidak ada diskriminasi
terhadap perempuan. Semua berhak untuk melakukannya. Dengan catatan yang
menjadi pertimbangan adalah sejauh mana kemampuan dan keahliannya dalam berpolitik.
Begitu juga kisah ini harus dipahami bahwa dalam berpolitik membangun Negara
tidak mempertimbangkan apakah harus dengan system tertentu. Dan memang dalam
berpolitik pada prinsipnya bagaimana aplikasi nila-nilai tersebut selalu
mempertimbangkan kemaslahatan rakyat. Bukan masalah system.
Kedua, Amanah. Banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini
(baca selengkapnya an-Nisa ayat 58 dan al-Anfal ayat 27). Karakter ini sudah
menjadi syarat yang tidak bisa ditawar lagi bagi mereka-mereka yang “merasa”
mengemban “titipan” Tuhan yaitu sebagai khalifah di bumi. Bagaikan dua sisi
mata uang yang tidak bisa terpisahkan antara amanah dan khalifah. Dengan amanah
inilah kesejahteraan masyarakat akan terjamin. Lebih jauh lagi karakter ini
harus disempurnakan dengan dielaborasikan serta dikorelasikan dengan sifat-sifat
Rasulullah Saw. yang lain yaitu Tabligh (berkomunikasi dan komunikatif),
fathonah (cerdas dan berpengetahuan), Shidiq (jujur). Ingat !,
ketika karakter-karakter ini terabaiakan oleh “para wakil Tuhan” maka
stabilitas sosial akan terganggu dan tentunya untuk menciptakan tatanan Negara
yang ideal akan jauh dari harapan.
Ketiga, keadilan. Salah satu ayat al-Qur’an yang
menyebutkan tentang hal ini adalah surat al-Maidah ayat 8. Perlunya realisasi
tentang hal ini guna membumikan prinsip egaliter. Setelah adanya perwujudan ini
maka persatuan bangsa akan semakin solid sehingga tujuan bersama yaitu
mensejahterakan rakyat semakin mudah. Mengingat dalam konteks Indonesia
keadilan sulit diperjuangkan. Birokrasi sudah menjadi lahan bisnis
transaksional yang mengakibatkan kecemburuan sosial. Dan pada akhirnya, terjadi
perpecahan dan permusuhan antar saudara. Keempat, Kepedulian yang tinggi. Bahwa
dalam berpolitik tentunya mempunyai visi dan misi yang harus dicapai. Sebuah
perubahan dimana tidak ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan, melainkan
semua merasakan apa yang diimpikan menjadi terwujud. Doktrin spiritual kita
banyak mengajarkan bahwa dalam berpolitik harus peka terhadap upaya menciptakan
ketenangan dan mencegah terjadinya ketidak stabilan sosial masyarakat (amar
ma’ruf nahi munkar). Selain itu juga harus selalu memperhatikan golongan
minoritas yang terkadang sering mengalami diskriminasi. Tidak lupa pula peduli
terhadap kaum lemah yang selalu menunggu uluran tangan. Uraian di atas dalam
masalah ini bisa diungkapkan dengan kata sederhana –sebagaimana termaktub dalam
al-Qur’an- bahwa banyak sekali pesan-pesan yang disampaikan di dalamnya
menuntut umat di alam ini untuk bahu membahu dan saling mengingatkan dalam
kebenaran, kebaikan, kesabaran, ketabahan serta kasih sayang (baca selengkapnya
surat al-Ashr, al-Balad, dan al-Imron ayat 110). Demikianlah uraian singkat dan
penuh dengan kekurangan tentang masalah prinsip-prinsip politik yang diambil
dari sebagian kecil dari luasnya samudera ilmu yang ada di dalam al-Qur’an. Hal
ini disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak prinsip-prinsip lain yang
tidak diuraiakan di sini. Apalagi setelah diketahui bahwa sumber primernya
adalah al-Qur’an tentunya tidak mungkin ada habisnya untuk selalu dibicarakan
dan di sini bukan tempatnya. Meskipun begitu –tanpa menafikan prinsip yang
lain- jika apa yang telah diuraiakan dia atas direalisasikan secara maksimal,
maka apa yang selama ini dicita-citakan bersama dalam menciptakan “pesan Tuhan”
yang secara tersirat diamanahkan kepada mereka-mereka yang menjadi
khalifatullah akan menjadi mudah. Dan siapapun nantinya yang akan menjadi
“nahkoda” Negara kita tercinta ini selama prinsip-prinsip di atas tidak
terabaikan, kita sebagai warga yang bermartabat harus mendukung penuh dan disinilah
kita benar-benar telah membumikan demokrasi yang sebenar-benarnya.
Waallahu a’lam
bisshowab
Writen by : Arwani
Editor by : Qowim M.
Post a Comment