Dari TPQ Sampai STIQ
Oleh: Abdul Kirom*
KH.
Nawawi Abdul Aziz (1925-sekarang. Nama aslinya adalah Nawawi, dan Abdul Aziz
merupakan diambil dari ayahnya bernama Abdul Aziz) adalah Pengasuh Pondok Pesantren
An-Nur Ngrukem Bantul Yogyakarta, seorang ulama’ yang ‘Alim (memiliki keilmuan
yang berkompeten) sekaligus ‘Allamah (di aktualisasikan dalam kehidupan
nyata, bahkan lebih dari itu), hampir seluruh jiwa raga beliau di dedikasikan terhadap
pendidikan (baik yang bersifat formal maupun pendidikan yang non-formal), tipikal
kyai seperti KH. Nawawi Abdul Aziz, pada akhir-akhir ini sulit dijumpai.
Mungkin yang ‘Alim banyak, tetapi yang sekaligus ‘Allamah yang
jarang. Ke-‘Alim-an beliau ini dapat dirasakan masyarakat sekitar dan
juga dirasakan diseluruh nusantara melalui para alumni yang pernah menimpa ilmu
di Ngrukem.
Selain
itu Ke-‘Alim-an beliau di manifestasikan dengan mendirikan berbagai
lembaga pendidikan baik pendidikan non-formal maupun pendidikan formal, mulai Taman Pendidikan
al-Qur’an (TPQ) sampai Sekolah Tinggi
Ilmu al-Qur’an (STIQ) yang tidak lain adalah untuk merespon
tantangan zaman. Artinya, kaidah “al-muhafadhah
‘ala qadim al-shaleh wa al-akhzdu bi al- jadid al-aslah” (melestarikan dan
tidak membuang tradisi lama yang baik, juga tidak menepis dan alergi terhadap tradisi
baru yang lebih baik demi menghantarkan para santri untuk bersaing di era
global/global competition) benar-benar dipraktekkan dan diimplementasikan
sebagai mana mestinya bukan dijadikan sebagai jimat slogan yang pasif.
Walaupun
secara akademik KH. Nawawi Abdul Aziz tidak pernah menuntut ilmu di
bangku akademik perkuliahan apalagi keluar negeri, namun ide berlian beliau bisa
melampaui yang menuntut ilmu di bangku kuliah atau sampai keluar negeri. Bisa
dikatakan produk keilmuan beliau hanya ditempuh di sekitar Pulau Jawa (khas dan asli produk Indonesia). Berdasarkan
literatur yang ada bahwa sosok ulama seperti beliau tidak lepas dari
latarbelakang perjuangan beliau yang ulet dan tekun dalam menuntut ilmu. Masa
kecil beliau belajar dasar-dasar keilmuan agama (madrasah diniyyah) di
daerah kelahiran beliau sendiri (Purworejo), kemudian melanjutkan ke Kebumen,
pesantren yang mengkhususkan untuk
mempelajari ilmu qaidah-qaidah bahasa Arab, setelah dirasa cukup kemudian
mendalami kajian kitab kuning di pesantren Banyuwangi. Setelah berbagai ilmu keagamaan
beliau kuasai kemudian beliau melanjutkan untuk menghafal al-Qur’an di Krapyak
Yogyakarta. Karena spirit beliau yang mengebu-gebu dalam menuntut ilmu, walaupun
sudah menikah beliau masih menyempatkan
diri untuk belajar Qira’ah Sab’ah sampai selesai dengan KH. Arwani di
Kudus lebih kurang selama dua tahun.
Perjalanan
ilmiah beliau mulai dari Purworejo-Kebumen-Banyuwangi-Yogyakarta sampai Kudus. Kemudian
Ngrukem-lah yang menjadi pilihan untuk mentransfer keilmuan beliau pada
masyarakat, yang akhirnya memiliki santri yang tersebar di nusantara mulai dari
ujung barat Indonesia sampai ujung Timur pulau Indonesia (dari Sabang sampai
Merauke). Melalui proses dan perjuangan dalam berpetualangan ilmiyah beliau,
sehingga saat ini membuahkan hasil yang terwujud dengan berbagai lembaga
pendidikan, yang didirikan beliau bersama Ibu Nyai Walidah Munawwir Krapyak
(Alm.) mulai pendidikan non-formal (Pondok Pesantren An-Nur; 1976, Madrasah
Diniyah Al-Furqon;1986, Taman Pendidikan Al-Qur’an; 1994) sampai pendidikan formal (Madrasah
Tsanawiyyah; 1994, Madrasah Aliyah; 1997, Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an; 2002).
Sosok
KH. Nawawi Abdul Aziz merupakan ulama’ yang inspiratif dan responsif terhadap kepentingan
umat dalam aspek pendidikan dan keagamaan. Ini merupakan bukti konkrit
sumbangsih beliau terhadap pendidikan, baik pendidikan jasmani maupun
pendidikan rohani. Dengan terwujudnya berbagai lembaga pendidikan yang beliau
dirikan, secara langsung sudah membantu pemerintah dalam menjalankan
program-programnya, yakni memberantas kebodohan dan meningkatkan moralitas
bangsa agar menjadi masyarakat yang berpendidikan, santun sesuai dengan adat
ketimurannya. Apalagi lembaga pendidikan yang beliau dirikan adalah berbasiskan
al-Qur’an, artinya pendidikan yang mengedapankan nilai-nilai Qur’ani, masyarakat
Qur’ani, berwawasan Qur’ani, berakhlak Qur’ani (membangun moral yang berbasis
al-Qur’an), berjiwa Qur’ani, dan intinya adalah cinta terhadap al-Qur’an
sebagai pedoman hidup (way of life) yang rahmat li al-‘alamin.
Editor by : Qowim M.
______________________________________
*) Penulis adalah Santri Mutakharrij PP. An-Nur Ngrukem Bantul Yogyakarta. Menyelesaikan studinya di Sekolah Tinggi Ilmu al-Qur’an (STIQ) An-Nur yang sekarang sedang menempuh studi S2 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada bidang Studi Agama dan Resolusi Konflik (SARK).
Post a Comment