Ads (728x90)

Technology

Lifestyle

Sports

Gallery

Random Posts

Business

Popular Posts

About US

Advertisements

MENGAJI DAN BELAJAR DI PESANTREN bag. 1

  • 2428671A.Belajar di Pondok Pesantren
  1. Etika Mencari Ilmu
tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”(at-taubah:122)
Ayat tersebut menjadi dasar menuntut ilmu di pesantren. Setidaknya ada empat poin yang dapat diambil dari ayat tersebut:
  1. Adanya anjuran menuntut ilmu (nafar) ke sebuah lembaga pendidikan bagi sebagian penduduk daerah (thaifah). Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim secara terus menerus dengan kondisi masing-masing. Tetapi ayat ini menganjurkan agar di antara masyarakat ada yang pergi keluar daerah untuk menuntut ilmu secara khusus.
  2. Tafaqquh fiddin. Mendalami ilmu agama, ilmu yang menyangkut keagamaan secara langsung, seperti aqidah dan syari’ah menjadi tafsiran terdekat ayat ini, maka menuntutnya menjadi prioritas utama. Jika pengertian ad-din dikembangkan, maka mengkaji segala ilmu yang penting dan bermanfaat bagi agama Islam, seperti ekonomi, kemiliteran, teknik, dan lain-lain tentu dianjurkan juga dalam agama. Rasulullah pernah menyerahkan teknik bertani kurma pada petani handal di daerah Madinah, ilmu militer kepada Khalid bin Walid, dan sebagainya. Katatafaqquh dalam ayat ini mengandung arti bahwa pencari ilmu tidak boleh santai, ia harus sungguh- sungguh mengingat kata tafaqquh adalah mendalami disiplin ilmu. Kedalaman ilmu bisa didapat harus dengan jalan serius, tidak bisa seenaknya. Yang mencari sungguh-sungguh akan diperhatikan Allah, dan yang tidak sungguh-sungguh akan dibiarkan oleh Allah
  3. Indzar, artinya menginformasikan keilmuannya kepada masyarakat. Kata indzar mengandung pengertian menakuti artinya penyampai ajaran agama (santri/kyai) haruslah berwibawa, terpandang hormat dan disegani di mata masyarakat agar penyampaiannya berbobot dan diperhatikan. Cara berwibawa secara umum tersirat dalam dua hal, yakni ilmu dan takwa
  4. Hadzar, artinya masyarakat sasaran dakwah merasa mendapat penuh ajaran dari santri hingga tercipta suasana hadzar yaitu penuh perhatian dan takut tertimpa adzab jika tidak mengikuti dakwah santri. Sengaja Allah menggunakan kata yahdzrun (bukan ya’qilun, yatadzakkarun, dsb) sebab nilai kata lain belum tentu menjamin kesadaran dan bakti beramal. Secara khusus artinya adalah bahwa sedapat mungkin pribadi dan keilmuan seorang santri harus bisa menjadi pegangan hidup bagi masyarakat serta menjadi uswah hasanah (teladan yang baik). Jika ia seorang kyai maka disegani dalam agamanya, jika ia seorang insinyur maka disegani dalam bidang teknik dan takwanya, jika ia seorang jendral disegani dalam ilmu militer dan takwanya.
Dua Cara Memperoleh Ilmu
  1. Bil kasbi, yaitu mencari ilmu yang didapat dengan usaha keras sebagaimana layaknya pencari ilmu biasa. Ia menuntut ilmu dengan tekun belajar dari bimbingan yang benar. Cara ini yang paling umum dilakukan orang.
  2. Bil kasyfi, yaitu mencari ilmu dengan cara mendekatkan diri pada Allah secara total. Maka dengan kedekatannya kepada Allah, Allah akan memberi apa yang ia minta. Ini adalah cara orang- orang khusus.
Kita dapat memadukan dua cara ini dengan jalan:
  1. Sungguh- sungguh belajar dengan baik sesuai dengan petunjuk guru dan kyai. Dalam kitabta’limul muta’allim telah dijelaskan tuntunan secara rinci dan efektif. Adapun yang pokok adalah:
  2. Menghormati ilmu
Ilmu yang kita cari merupakan sesuatu yang mahal dan indah. Kita harus mengenalnya lebih dekat karena kita butuh padanya. Ketika menerima pelajaran, haruslah ikhlas dan senang pada pelajaran itu, mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, lalu mencatat dengan benar, lengkap dan baik. Sekembalinya dari madrasah atau setelah mengaji hendaknya pelajaran baru itu dibaca kembali untuk mengingatnya. Jika ada yang kurang paham cukup diberi tanda, tidak perlu dipecahkan seketika itu juga. Setelah membaca barulah makan atau istirahat. Pada malam harinya (jam wajib belajar), kembali dipelajari semampunya. Jika terdapat kesulitan maka bertanyalah pada yang lebih tahu atau buatlah catatan untuk kemudian ditanyakan pada guru esok harinya.
  1. Menghormati guru
Guru adalah pembimbing, pendidik yang mengantarkan kita menjadi manusia yang berilmu, hingga kelak bermanfaat bagi agama, nusa, dan bangsa. Karena kemuliaan dan keilmuannya itulah kita wajib menghormatinya. Imam Malik bin Anas pernah berhenti memberi pelajaran, beliau turun dari kursi kebesarannya dan menghormat kepada anak kecil. Para santri beliau bertanya, “ Bukankah ia anak orang Yahudi ya Syaikh?”, “Benar”, jawab Imam Malik, “Ketahuilah bahwa saya pernah berguru kepada ayahnya tentang anjing dan segala perilakunya ketika saya akan menghukumi kenajisan anjing, sebagaimana yang disinggung hadits rasul.” Mencontoh apa yang dilakukan Imam Malik, maka kita pun harus menghormati guru, kyai, dzurriyyah (keluarga)nya secara wajar. Jangan duduk di kursi yang biasa diduduki guru ketika mengajar, jangan mengetuk pintu rumah guru ketika beliau istirahat, kecuali ada hal yang sangat penting atau telah mendapat restu sebelumnya, jangan mengajak gurau meski beliau tidak sedang mengajar, dan silakan berdiskusi dan bertanya tentang ilmu dengan tetap menjaga kesopanan.
  1. Menghormati sarana
Segala yang menjadi perantara lancarnya menuntut ilmu harus kita hormati. Misalnya, meletakkan al Qur’an dan kitab-kitab ataupun buku pelajaran di rak yang paling atas, jika ditumpuk maka tumpukan paling atas adalah al Qur’an, lalu hadits, tafsir, dst. Jangan membawa al Qur’an atau kitab-kitab dengan dijinjing, bawalah dengan cara yang baik seperti didekap di dada dengan tangan kanan, jangan duduk di bangku yang di lacinya ada al Qur’an atau kitab- kitab. Selain kitab dan buku, adalah segala perabot belajar milik pondok yang jelas-jelas barang wakaf, kita wajib menjaganya, dan jika merusak haruslah bertanggungjawab memperbaiki atau menggantinya.
  1. Sungguh-sungguh bertakwa
Imam Muhammad Idris bin Syafi’i pernah kesulitan menghafal pelajaran padahal beliau sangat cerdas, kemudian beliau mengadu pada gurunya, Imam Waqi’, dan dinasehati, “wahai anakku, tinggalkanlah maksiat!”. Maksiat banyak macamnya dan seluruhnya menghambat ilmu Allah. Usahakan barang yang kita makan, uang yang kita pakai membayar administrasi pondok dan sekolah betul-betul halal dan baik, serta diniatkan infaq kepada pondok atau shadaqah. Jika kondisi memungkinkan hendaknya berpuasa pada hari senin dan kamis, atau tanggal 13,14,15 setiap bulan Qomariyah. Pada malam hari seusai seluruh aktivitas usahakan segera tidur sehingga pada sepertiga malam terakhir dapat bangun untuk melaksanakan sholat sunnah tahajjud, hajat, dan witir, serta membaca al Qur’an sekalipun sedikit. Setelah itu silakan tidur kembali dan bangun pada waktu sholat shubuh untuk melaksanakan jama’ah. Ketahuilah, jama’ah adalah cara sholat para Nabi, sahabat, tabi’in, para wali, dan orang- orang hebat di sisi Allah.

Post a Comment