Oleh: A. Kirom Qosim
Jayalah An-Nur
Selamanya untuk agama nusa dan bangsa....sebuah lirik lagu
yang diciptakan oleh Faisal BB, seorang santri senior asal Medan. Sebagai salah
satu langkah untuk menuju An-Nur yang tetap jaya adalah tetap memiliki semangat
yang sungguh-sungguh (fresh ijtihad) untuk melakukan kemajuan institusi
pesantren yang signifikan dan sesuai dengan basic pesantren sebagaimana awal berdirinya
pesantren ini (mestinya hanya ikhtiar bukan memaksakan kehendak yang sekira tidak
bisa dicapai {QS/2:286). Maka dari itu pesantren sebagai sosok lembaga
pendidikan yang tertua di Indonesia tetap berperan aktif untuk memberi
kontribusi terhadap pilar Keislaman, Keagamaan, Keindonesiaan, Kebangsaan dan
Kepesantrenan. Terutama dalam aspek “karakter dan moral santri” sebagai estafet
generasi penerus. Hal itu dapat diaktualisasikan apabila pesantren dikelola dan
di manage dengan baik dan tidak menghilangkan ciri khas kepesantrenannya.
Pesantren
An-Nur atau juga dikenal dengan “pesantren tahfidz al-Qur’an” (yang fokus pada
pembelajaran pada penguasaan al-Qur’an, mulai dari membaca, menghafal, tafsir,
dan qira’at (ragam bacaan), sebuah pesantren ideal dan jitu untuk menempa
kesalehan sosial yang berkepribadian luhur dan berakhlaq qur’ani) yang
kepengasuhannya sudah memasuki periode putra setelah ditinggal wafat oleh pengasuh
sekaligus pendiri; Al-Maghfirlah Simbah KH. Nawawi Abdul Aziz pada
tanggal 24 Desember 2014/Malam Kamis Pon 3 Rabi’ul awal 1435, sekitar pukul 19.45
WIB (sebagai seorang santri hanya bisa mengucapkan seperti dalam Syair Qasidah
Syaikhona: مع السلامة فی أمانه شيخنا
الله رب ارحم مربی روحنا… يا ربنا ). Sosok ulama yang memiliki semangat juang yang tinggi untuk mengembangkan dan memajukan pondok pesantren An-Nur, terbukti dengan berdirinya berbagai lembaga pendidikan, sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Santri sebagai warastatul ‘ulama’ tidak cukup kalau hanya mengucapkan “We Love An-Nur”semata, melainkan terus aksi, kreasi dan berkontribusi semampunya. Spirit perjuangan itulah yang perlu di teruskan dan diteladani oleh segenap jamaah santri An-Nur.
الله رب ارحم مربی روحنا… يا ربنا ). Sosok ulama yang memiliki semangat juang yang tinggi untuk mengembangkan dan memajukan pondok pesantren An-Nur, terbukti dengan berdirinya berbagai lembaga pendidikan, sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Santri sebagai warastatul ‘ulama’ tidak cukup kalau hanya mengucapkan “We Love An-Nur”semata, melainkan terus aksi, kreasi dan berkontribusi semampunya. Spirit perjuangan itulah yang perlu di teruskan dan diteladani oleh segenap jamaah santri An-Nur.
Kepemimpinan
Baru, Semangat dan Harapan Baru
Tulisan ini
ditulis bertepatan dengan malam pelantikan Pengurus Pondok Pesantren An-Nur
masa khidmat 2015-2017, malam Senin 02 Maret 2015. Kita ucapkan selamat
bekerja, selamat memajukan An-Nur semoga An-Nur tetap jaya Amien. Pelantikan
tersebut bukan sekedar ceremonial semata melainkan mengemban amanah, ikrar
dan sumpah yang harus dilaksanakan sebagai tanggung jawab dalam kepengurusan
kedepannya. Menjadi pengurus juga bukan kekuasaan atau jabatan gengsi-gensian,
karena implementasinya tidak semudah dan tidak sebahagia ketika dilantiknya
seorang pejabat negara dan sebagainya, melainkan harus berkeringat dan memeras
otak untuk mengayomi dan melayani santri selama 24 jam dengan watak dan
karakternya berbeda-beda (karena santri An-Nur dari berbagai pulau dan etnis di
Indonesia, tentunya memiliki watak dan karakter yang berbeda) Jawa, Madura,
Sunda, Melayu dan Batak, itu semua harus mampu di ayomi dan dilayani dengan
hati dan jiwa yang besar (ikhlas) tanpa dibeda-bedakan. Keikhlasan inilah yang
dikedepankan sebagaimana dawuh Simbah Kyai yang sudah beredar di media
sosial “Jadi pengurus itu adalah jadi pegawainya gusti
Allah, jadi yang akan membayar nanti gusti Allah, makanya harus ikhlas sebagai
khadim al-ma’had”(KH. Nawawi Abdul Aziz), dawuh
menunjukkan pengurus pesantren agar benar-benar mengabdi secara ikhlas karena gusti Allah nantinya yang akan mbayar
atau kalau sudah didaulat sebagai pengurus memikirkan kemajuan dan perkembangan
kedepannya, teringat dengan ungkapan “jangan berpikir apa yang kita dapat
melainkan berpikirlah apa yang kita beri dan apa yang kita buat” mestinya untuk
pesantren An-Nur.
Menjadi
pengurus pesantren adalah pengabdian santri, pembelajaran organisasi sekaligus
tantangan (untuk menata diri/uswah, tabah dan sabar dalam menghadapi
santri yang berbeda watak dan karakter tersebut) sebagai bekal ketika terjun di
masyarakat, karena pesantren adalah gambaran kecil di masyarakat. Sewajarnya
kinerja yang maksimal dibuktikan dalam mengurus; mulai dari srawung sosial,
planning, controling dan networking. Seperti ungkapan
Sayyidina Ali;بالنظم الحق بلا نظم يغلب الباطلkebenaran atau kebaikan yang tidak terorganisir akan
dikalahkan oleh keburukan atau kebatilan yang terorganisir. Merujuk pada ungkapan Sayyidina Ali tersebut betapa
pentingnya, menjadi bagian untuk mengurus hal-hal yang baik (seperti menjadi
pengurus pesantren) karena kalau tidak, hal yang baik pun akan dikalahkan oleh
hal yang buruk yang terorganisir atau di urus dengan baik. Akhirnya, pesantren
An-Nur dengan adanya kepemimpinan yang baru; Dewan Pengasuh Baru, Pengasuh Baru,
Ketua Yayasan Baru, Kepala Madrasah Baru
dan Kepengurusan Baru, dengan semangat dan harapan baru An-Nur akan
terus jaya dan bersinar kepenjuru Indonesian khususnya. !!!Selamat Mengabdi,
Selamat Bekerja !!!.
.
Post a Comment