Ads (728x90)

Technology

Lifestyle

Sports

Gallery

Random Posts

Business

Popular Posts

About US

Advertisements

pp tahfidzannur@ymail.com 19:35 A+ A- Print Email
 oleh: Muhimmatul Aliyah
Seperti biasa, setiap malam rabu hima bertugas menjaga perpustakaan pondok. tapi akhir-akhir ini ada yang membuat ia tak tenang. Sudah dua kali ini setiap asti keluar dari perpus hendak kembali ke kamarnya sendalnya sudah raib. Awalnya dia hanya anggap angin lalu, setelah dua kali kejadian dia sudah pengen marah-marah, tapi dia ingat bahwa dirinya juga termasuk penggosob aktif akhirnya dia menahan amarahnya yang hampir jebol. Dan untuk kesekian kalinya hima harus rela untuk nyeker ria.
Entah sejak kapan di pesantren yang hima tempati saat ini budaya ghosob sudah merajalela. Bahkan, tidak hanya di pesantren yang dia tempati. Akan tetapi merupakan sesuatu yang wajar dan menjadi ciri khas seorang santri di depan kalangan publik. Padahal hal ini kan sesuatu yang salah, agama kita melarangnya jadi mestinya ada perbaikan dan klarifikasi teman-teman?? Betul?betul?betul?
***
Malam ini hima kembali menjaga perpustakaan, seperti tidak mengambil pelajaran dari kejadian yang dialaminya berkali-kali hima tenang-tenang saja meninggalkan sendal barunya yang berlabel “gocap” yang baru saja dibelinya dari toko mang Udin di sebelah madrasah (karena sendal yang lama sudah hilang ditelan bumi). Ketika jam kunjung habis dia kaget bukan kepalang, karena sendal barunya sudah tak berwujud lagi. darahnya serasa udah nyampe di ubun-ubun dan siap memuntahkannya kapan saja dan kepada siapa saja. bayangin aja SENDAL BARU?? baru dipake sekali! Walaupun Cuma gocap tapi sendal itu berguna sekali baginya.
Hima mencoba mencari ke seluruh penjuru pesantren tapi tidak terlihat juga ujung sendalnya. Bahkan, dia sudah keliling asrama sampe tiga kali tapi hasilnya tetap nihil. Walhasil malam itu hima terpaksa nyeker dengan hati dipenuhi dendam kesumat sampai ia terlelap.
Esoknya hima kembali mencari dan mencari tapi tak ketemu jua. Akhirnya hima pasrah merelakan kepergian sendal barunya, dan ia mau tidak mau harus membeli sendal lagi.
***
Malam ini hima tidak mendapat jatah petugas perpustakaan, tapi ia ingin mengunjungi perpustakaan sekedar untuk mengistirahatkan pikirannya dari kegiatan pesantren yang cukup melelahkan. Dan tentunya kali ini hima lebih hati-hati meletakkan sendalnya dibagian yang agak jauh dari pintu perpus yang dirasanya cukup aman dari jangkauan para penggoshob. Ia berniat membaca beberapa komik lucu, karena memang itu yang dilakukannya setiap mengunjungi perpustakaan.
Setibanya di perpustakaan, hima mengurungkan niatnya untuk egera masuk ruang perpustakaan. Ia terhenti lama mengamati sesosok senal yang dirasanya mirip denagn sendal barunya yang hilang beberapa hari lalu.
“ah!emangnya di dunia ini sendal kayak gitu  Cuma ada satu apa?”
Bisik hima dalam hati. Tetapi setalah masuk perpustakaan hima penasaran juga siapa sebenarnya sanag pemilik sendal. Lagaknya seorang detektif, Ia mengawasi sendal yang mungkin tiba-tiba sang pemilik hendak menggunakannya. Akhirnya setelah satu jam mengawasi sendal itu muncullah sang pemiliknya yang disyukuri oleh hima karena matanya serasa mau julinggara-gara melototin sendal misterius.
Hima membuntuti pemilik sendal hingga sampai ke sebuah komplek. Secepat kilat hima mencatat dalam memori otaknya wajah sang terdakwa serta nama komplek yang ditinggalinya.
***
Jum’at pagi setelah senam sehat hima celingukan mencari terdakwa sendal misterius. Selang beberapa menit kemudian hima menemukan orang yang dicari-carinya lengkap beserta obyek sendal misterius. Tanpa menimbulkan kecurigaan hima mendekati sang terdakwa.
“mbak kok sendalnya bagus sih?aku pengen beli juga”
Hima melancarakan aksinya.
“biasa aja kok mbak....”
“belinya di mana mbak?aku serius pengen beli”
“...ehm, di pasar mbak” setengah berpikir.
“Harganya berapa mbak?”
“eh berapa ya...duabelas ribu mbak”
“masak sih mbak? mbak rugi berarti. Soalnya kau juga baru beli empat hari yang lalu harganya Cuma sepuluh ribu loh....tapi sayang sendalnya sudah hilang”
“eh oh ya?!tapi ini aku beli sendiri kok mbak” gugup
“ya mbak, aku belinya juga nggak di pasar kok.aku beli di mang udin”
“oh...”
“ah!mungkin sendalnya laris klai ya mbak?jadi harganya dinaikin?”
“eh oh ya ya mungkin, saya mau ke kamar dulu mbak” sambil terburu-buru meninggalkan hima.
***
Setelah mengadakan investigasi hima semakin curiga. Tapi akhirnya hima tak mau ambil pusing lagian ia sudah mempunyai sendal lagi dan harga sendal yang hilang tidak seberapa, ia tak mau suuzdon karena belum tentu yang dipakai itu sendal hima yang hilang.
“ya Allah seandainya memang ada yang sengaja mengambil sendal hamba, hamba mohon sadarkan ia agar tak ada lagi korban seperti hamba. Amin...”
Setelah tragedi penggoshoban sendal itu hima dapat mengambil pelajaran bahwa tindakan penggoshoban sangat merugikan orang lain. Sehingga hima berusaha untuk menghilangkan kebiasaan jeleknya menggoshob sampai ke akar-akarnya. Karena ternyata berada di posisi korban membuat hima jera.
***
“loh?kok sendal ini ada di rak sendal komplekku sih?”.
hima bertanya pada dirinya sendiri. Hima mengurungkan niatnya mengunjungi perpustakaan. Ia bertolak dari arah perpus, akhirnya setelah keliling komplek hima bertmu dengan apa yang dicarinya.
“mbak!mbak!eh jangan lari!”
“eh ada apa mbak?”
“ini sendal mbak ada di komplekku. Mungkin ada anak komplekku yang usil goshob sendal mbak”
“eh eh maafkan aku mbak.kemaren aku bohong soal sendal itu. Aku goshob dari perpus karena aku lagi nggak punya uang untuk beli sendal baru dan aku suka dengan sendal mbak. Maaf mbak kemaren aku bener-bener khilaf”
“lho???” hima terbengong dan bingung mesti ngomong apa???.

Post a Comment