oleh : Qowim Musthofa
Janganlah kalian berbuat kerusakan apapun di
bumi ini setelah Allah memperbaharuinya, dan berdoalah dengan penuh percaya
diri. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang yang berbuat baik.
Secara
teologis, manusia sebagai makhluk lingkungan merupakan suatu hal yang
sudah jelas termaktub di dalam al-Qur’an, salah satunya oleh QS.
al-A’raf: 56. Pertama kita harus pahami terlebih dahulu ayat tersebut.
Kata wala tufsidu fi al-‘ardl (janganlah kalian berbuat kerusakan di
bumi). Allah menghilangkan ma’mulnya (baca: maf’ul) kata tufsidu. Dalam
balaghah, sebagaimana dikutip oleh guru saya, Rumaizijat terdapat kaidah
hadzfu al-ma’mul li at-ta’mim (membuang ma’mul berfungsi untuk
memberikan kesan mujmal/global). Kata tufsidu secara jelas tidak
mempunyai maf’ul. Mestinya kita bertanya berbuat kerusakan pada apa dan
dalam bentuk apa?. Menurut kaidah balaghah di atas, kita mendapatkan
deskripsi bahwa segala bentuk kerusakan di bumi apapun bentuknya,
benar-benar secara mutlak tidak diperkenankan oleh Allah. Jadi, sekecil
apapun bentuk kerusakan, sekedar memberi contoh membuang sampah
sembarangan pun merupakan bentuk dari kerusakan yang berakibat tidak
baik untuk bumi lestari ini. Dan itu merupakan salah satu bentuk merusak
ekosistem.
Dari satu ayat saja di atas kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam sangat peduli lingkungan. Namun faktanya, isu-isu lingkungan yang pada era sekarang sering diusung, pelakunya sangat sedikit sekali dari umat Islam. Secara faktual bisa diambil contoh negara-negara sekuler seperti Prancis, Inggris, Jerman, dan lain sebagainya. Negara-negara yang bukan Islam ternyata lebih aktif dan kontinyu dalam menjaga lingkungan, dengan adanya berbagai bentuk penghijauan, dan kebersihan kota pun sangat diutamakan.
Lalu siapa yang paling bertanggung jawab atas lingkungan kita?. Ya jelas manusia sendiri yang menjadi bagian dari ekosistem. Tidak peduli orang Islam atau non Islam, semua manusia secara universal mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan lingkungan sekaligus menjaga agar tetap lestari. Sebagaimana yang disinyalir oleh al-Qur’an bahwa kerusakan yang ada di daratan maupun lautan merupakan akibat dari tingkah-polah manusia sendiri (QS. ar-Rum: 41). Jadi sangat tidak bertanggung jawab apabila ada musibah dan bencana, sebelum kita mengoreksi kesalahan-kesalahan apa yang kita perbuat dengan lingkungan, mendadak mengembalikan bencana tersebut kepada Allah yang maha berkuasa. Saya tidak mengatakan bahwa bencana sama sekali bukan bagian dari kehendak Allah, hanya saja kita harus lebih sportif dalam memahami bencana-bencana alam sebelum menjustifikasi bagian dari kehendak Allah.
Mari kita ciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, demi menjaga ekosistem kita sebagai manusia yang sangat bergantung pada alam di setiap harinya, sebab manusia adalah bagian dari lingkungan yang mau tidak mau harus tunduk pada sunnah lingkungan. Ketika manusia sudah tidak peduli bahkan sampai mencemari lingkungannya, maka musibah banjir, tanah longsor, pemanasan global, dan lain sebagainya tidak bisa dihindari, dan akibatnya akan kembali pada pelakunya, yakni manusia.
Dari satu ayat saja di atas kita sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa Islam sangat peduli lingkungan. Namun faktanya, isu-isu lingkungan yang pada era sekarang sering diusung, pelakunya sangat sedikit sekali dari umat Islam. Secara faktual bisa diambil contoh negara-negara sekuler seperti Prancis, Inggris, Jerman, dan lain sebagainya. Negara-negara yang bukan Islam ternyata lebih aktif dan kontinyu dalam menjaga lingkungan, dengan adanya berbagai bentuk penghijauan, dan kebersihan kota pun sangat diutamakan.
Lalu siapa yang paling bertanggung jawab atas lingkungan kita?. Ya jelas manusia sendiri yang menjadi bagian dari ekosistem. Tidak peduli orang Islam atau non Islam, semua manusia secara universal mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keberlangsungan lingkungan sekaligus menjaga agar tetap lestari. Sebagaimana yang disinyalir oleh al-Qur’an bahwa kerusakan yang ada di daratan maupun lautan merupakan akibat dari tingkah-polah manusia sendiri (QS. ar-Rum: 41). Jadi sangat tidak bertanggung jawab apabila ada musibah dan bencana, sebelum kita mengoreksi kesalahan-kesalahan apa yang kita perbuat dengan lingkungan, mendadak mengembalikan bencana tersebut kepada Allah yang maha berkuasa. Saya tidak mengatakan bahwa bencana sama sekali bukan bagian dari kehendak Allah, hanya saja kita harus lebih sportif dalam memahami bencana-bencana alam sebelum menjustifikasi bagian dari kehendak Allah.
Mari kita ciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, demi menjaga ekosistem kita sebagai manusia yang sangat bergantung pada alam di setiap harinya, sebab manusia adalah bagian dari lingkungan yang mau tidak mau harus tunduk pada sunnah lingkungan. Ketika manusia sudah tidak peduli bahkan sampai mencemari lingkungannya, maka musibah banjir, tanah longsor, pemanasan global, dan lain sebagainya tidak bisa dihindari, dan akibatnya akan kembali pada pelakunya, yakni manusia.
Post a Comment