Ads (728x90)

Technology

Lifestyle

Sports

Gallery

Random Posts

Business

Popular Posts

About US

Advertisements

pp tahfidzannur@ymail.com 07:58 A+ A- Print Email
mengarang Yuuu' !!!!

Oleh Anum LN.
Mengarang itu layaknya “ngomong”, namun terdapat perbedaan antara mengarang dan ngomong, yakni terletak pada media  penyampaiannya. Jika ngomong menggunakan lisan, maka mengarang menggunakan tulisan sebagai mediasi gagasan. Bila kita amati lebih detail, bahasa lisan (ngomong) lebih cenderung bertele-tele dalam menyampaikan pesannya, namun bila bahasa tulis, lebih mementingkan kepadatan isi dan maknanya. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa tulisan yang baik adalah tulisan yang menggunakan bahasa sepadat-padatnya. Karena kesenian menulis itu salah satunya terletak pada ketangkasan dan penghematan penulis dalam menggunakan kata.
The Liang Gie dan A. Widyamartaya dalam Kamus Seni Mengarang-nya mendefinisikan “mengarang” adalah Rangkaian kegiatan seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk dipahami.
Definisi di atas masih bersifat sangat umum, dapat dikaitkan dengan mengarang apa saja, mulai dari puisi, prosa, novel, atau cerpen misalnya. Nah, dalam kolom sastra kali ini kita akan lebih fokus membahas pada persoalaan mengarang Cerita Pendek atau yang akrab kita kenal dengan akronimnya “Cerpen”. Bisa disebut sebagai persoalan karena tidak sedikit orang yang berasumsi bahwa perihal mengarang cerpen itu tidak mudah untuk dilakoni, karena cerpen merupakan bentuk kepadatan dari sebuah kisah/cerita untuk menciptakan satu efek tunggal sekaligus unik. Oleh karenanya menghemat kata dan kalimat adalah satu ketrampilan yang menuntut seorang cerpenis.
Selanjutnya, mari kita tilik bagaimanakah proses penggarapan sebuah naskah cerpen sehingga tidak hanya saja menarik tapi juga terasa lezat untuk disantap oleh para pembaca.
Cerita pendek, seberapa pendek sih?
            Sebenarnya tidak ada rumusan yang baku dalam definisi dan berapa pendek sebuah cerpen, namun dari beberapa definisi yang diangkat oleh kalangan sastrawan, secara global bisa terwakilkan oleh pendapat H.B. Jassin (Sang Paus Sastra Indonesia) mengatakan bahwa yang disebut cerita pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian.
            Terkait seberapa pendek sebuah cerpen, definisi klasik mengatakan bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang harus dapat dibaca dalam satu kali duduk (Edgar Allan Poe, 1846). Di Indonesia, cerpen lazim ditemui pada kisaran 700-1.500 kata (4-8 halaman kwarto spasi ganda). Itulah yang sering kita baca di majalah/surat kabar, seperti Kedaulatan Rakyat, Kompas, Horison, Republika, dll.
Secara garis besar dan ringkas, penggarapan cerpen memiliki dua tahap yang tidak dapat ditinggalkan salah satunya. Tahap ini tidak tumbuh jauh dari definisi mengarang yang telah dikutip di awal tulisan ini tadi, atau lebih tepatnya definisi itu lahir dari 2 tahap dalam penggarapan cerpen yang sepanjang masa telah dilakoni oleh para pengarang.
Pertama, tahap Writing (penulisan). Mengungkapkan gagasan dalam tulisan dengan bahasa seadanya. Ketika kita telah menemukan sebuah ide, atau secara tidak dinyana ide-ide baru tiba-tiba terbesit dalam neuron kita –semisal berupa sepatah kata, sebaris kalimat, atau sepenggal percakapan-, maka janganlah kita sia-siakan begitu saja peluang yang demikian. Segeralah kita serat ide-ide tersebut di atas kertas-kertas, jangan dibiarkan hanya melayang dalam angan-angan. Selanjutnya, hidupkan ide-ide tersebut dengan tarian pena yang senantiasa mengikuti irama hati kita saat itu. Tuntaskan gejolak dalam jiwa dengan kata-kata dan bahasa seadanya. Pada tahap ini jangan berfikir dulu tentang bagus tidaknya tulisan yang telah kita buat. Yang paling penting pada proses ini adalah terselesaikannya kisah yang ingin kita hidangkan kepada pembaca.
Kedua, tahap Editing. Waktunya kita berpetualang dan berburu dalam alam bebas akal yang melingkupi kecerdasan, ketangkasan, kejelian, ketelitian, dan tentunya pengalaman pembelajaran tentang tehnik-tehnik penulisan sebuah karya sastra. Proses editing inilah yang sering terlewatkan oleh para pengarang pemula, sehingga karya mereka terkesan tergesa-gesa dan belum terasa segar untuk dibaca. Kita wajib membaca ulang hasil eksplorasi ide-ide pada tahap pertama tadi untuk dikoreksi kembali dengan otak kita secara objektif. Koreksi ini meliputi berbagai aspek tehnik penulisan sebuah cerpen yang meliputi, pemilihan diksi, penggambaran karakter para tokoh, penentuan setting, peruntutan alur, kekoherensian antar kata, antar kalimat maupun antar paragraf sehingga menjadi satu kesatuan cerita yang utuh. Proses editing ini sangat menentukan terhadap pencapaian tujuan mengarang cerpen itu sendiri, yakni agar cerita kita dapat dinikmati pembaca sesuai dengan apa yang kita gagas.
Demikian proses sederhana penggarapan sebuah cerpen. yang perlu kita tancapkan dalam hati adalah bahwa sebuah pengalaman seratus kali lebih berpengaruh dari seratus teori yang tidak dipraktekkan. Dengan memperbanyak membaca karya-karya yang baik akan menjadi stimulus bagi kita untuk senantiasa kreatif dalam menulis. Selamat berpetualang dalam penciptaan sebuah cerpen. Salam!

Post a Comment